KOMPAS, RABU, 14 SEPTEMBER 2011
Artikel : Jangan Sandera KPK
DPR Diminta Tak Persoalkan Hasil Panitia Seleksi
JAKARTA, KOMPAS – Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya tidak mempersoalkan
hasil Panitia Seleksi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengajukan
delapan nama untuk di uji kelayakan dan kepatutan. DPR seharusnya memilih calon
pimpinan KPK berdasarkan ranking susunan Pansel.
Hal itu untuk menghindari pimpinan KPK pada masa mendatang tersandera
oleh persoalan politik. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah La Ode Ida di
Jakarta, Selasa (13/9), mengungkapkan, pimpinan KPK saat ini selain sangat
lemah kepemimpinannya juga tersandera oleh perilaku mereka sendiri.
“Saya kira KPK sedang tersandera. Dua faktor yang seharusnya dimiliki
KPK menjadi samar-samar atau bahkan tidak ada, karena kepemimpinannya lemah,
figurnya lemah dan orang-orangnya tersandera oelh perilaku mereka sendiri.
Orang tidak banyak tahu ternyata mereka terlibat dalam berbagai gerakan
konspirasi dengan para politikus,”kata La Ode. Untuk menghindari agar pimpinan
KPK tak lagi tersandera secara politik, DPR yang akan memilih mereka, jangan
melakukan intervensi terhadap hasil Pansel KPK. “DPR jangan terlalu banyak
melakukan intervensi terhadap hasil seleksi tim Pansel Pimpinan KPK karena dari
delapan orang yang diajukan misalkan enggak usah dipersoalkan minta
sepuluh orang lagi. Tetapi pilih saja berdasarkan urutan yang diusulkan Pansel
karena itu pasti lebih obyektif ketimbang dipilih secara politik,”katanya.
Menurut La Ode, jika deal politik antara calon pimpinan
KPK dengan DPR dan penguasa tak terhindarkan lagi, yang terjadi bakal seperti
KPK jilid kedua, bahwa pimpinannya bermasalah. “Harus menghindari deal politik
memang dengan pihak DPR dan kekuasaan. Kalau sudah dimulai dengan deal politik,
apa yang terjadi seperti yang sekarang ini, ternyata baru diketahui Chandra
Hamzah pernah melakukan pertemuan juga dengan politikus yang menentukan di
parlemen. Dicurigai juga meski belum ada kesaksian dan pembuktian hingga
sekarang, Busyro Muqoddas juga seperti itu,” katanya.
Secara terpisah, Koordinator Devisi Korupsi Politik Indonesia Corruption
Watch Abdullah Dahlan mengatakan, politikus di DPR terjebak pada kepentingan
dan agenda yang pragmatis, yakni perilaku koruptif mereka jangan sampai
terungkap penegak hukum seperti KPK. Kondisi itu bisa berakibat pada pemilihan
pimpanan KPK bahwa hasil terbaik tak bisa diharapkan keluar dari DPR.
La Ode mengatakan, jika pimpinan KPK tersandera oleh kepentingan politik
DPR dan penguasa, KPK tak bisa diharapkan bisa memberantas korupsidi negeri ini
yang makin menggurita. “Ini adalah sebetulnya perilaku-perlaku yang menjadikan
mereka tersandera dan kita enggak bisa berharap banyak dari KPK lagi,”katanya.
Secara terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar
meyatakan siap jika diminta Komisi III DPR untuk menjelaskan delapan calon
unsur pimpinan KPK yang dikirimkan pemerintah. “Kalau kami diminta memberi
penjelasan, tentu kami siap,”kata Patrialis, Selasa di Istana Negara. “Tugas
Pemerintah sebenarnya sudah selesai dengan mengirim delapan calon. Kami
menerjemahkannya sudah jelas, yang dibutuhkan cuma empat orang sehingga calon
yang dikirim dua kali lipat,” katanya.
Alasan sebagian anggota Komisi III DPR menolak delapan calon unsu
pimpinan KPK, kata pengamat hukum tata negara Refly Harun, mengada-ada. Alasan
bertentangan dengan asas retroaktif dinilai tidak tepat karena sebagian anggota
DPR pun sebenarnya produk putusan MK yang diberlakukan retroaktif.
Pembahasan
Pada harian kompas, rabu, 14 September 2011 di halaman 3 terdapat
artikel Jangan Sandera KPK, DPR Diminta Tak Persoalkan Hasil Panitia
Seleksi menjelaskan terjadinya beberapa pelanggaran prinsip etika profesi
akuntansi. Berikut adalah penjelasannya :
1. Prinsip pertama mengenai Tanggung Jawab Profesi
Sebagi profesional, seharusnya anggota mempunyai peran penting dimana
harus selalu bertanggung jawab untuk bekerjasama dengan sesama anggota dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri, di mana usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi. Tetapi justru di sini Dewan Perwakilan Rakyat malah mempersoalkan
hasil Panitia Seleksi (Pansel) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
mengajukan delapan nama untuk diuji kelayakan dan kepatutan. Padahal seharusnya
tugas DPR hanya memilih calon pimpinan KPK berdasarkan ranking susunan Pansel
saja tidak perlu ikut campur dalam bagaimana prosesnya dan menapa diajukan
demikian.
2. Prinsip Kedua mengenai Kepentingan Publik
Dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi
tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Di sini
Pimpinan KPK tersandera oleh kepentingan politik DPR dan penguasa, karena sikap
kepemimpinan yang lemah, figurnya juga demikian tepandang lemah dan
orang-orangnya tersandera oleh perilaku mereka sendiri. Di mana KPK tak bisa
diharapkan untuk bisa memberantas korupsi di negeri ini yang semakin hari
semakin merajalela. Padahal seharusnya KPK menunjukan komitmen atas
profesionalismenya dimana tidak terlibat dalam berbagai gerakan konspirasi
dengan para politikus. Demikian pula seharusnya mencerminkan penerimaan
tanggung jawab kepada publik yang didedikasikan untuk kepentingan masyarakat
secara keseluruhan.
3. Prinsip Ketiga mengenai Integritas
Adanya deal politik antara calon pimpinan KPK dengan
DPR dan penguasa yang tak terhindarkan lagi, maka akan tercipta pimpinan yang
bermasalah. Di sini terjadi pelanggaran prinsip Integritas yang seharusnya
tidak dapat menerima kecurangan tetapi malah melakukan kerjasama yang
mengutamakan kepentingan pihak tertentu. Padahal seharusnya integritas sebagai
patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya dan
merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan.
4. Prinsip Keempat mengenai Obyektivitas
Obyektifitas merupakan suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa
yang diberikan anggota dimana diharuskan untuk bersikap adil, tidak memihak,
jujur secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan
kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Untuk menghindari agar
pimpinan KPK tak lagi tersandera secara politik, maka DPR yang akan memilih
mereka, tetapi jangan melakukan intervensi terhadap hasil Pansel KPK, dengan
cara pilih saja berdasarkan urutan yang diusulkan Pansel karena itu pasti lebih
obyektif ketimbang dipilih secara politik.
5. Prinsip Kelima mengenai Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Dalam semua penugasan dan tanggung jawabnya, setiap anggota harus
melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa
kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti
yang disyaratkan oleh prinsip etika. Tetapi di sini dikatakan bahwa sebagian
anggota Komisi III DPR memiliki alasan untuk menolak delapan calon unsur
pimpinan KPK, yang dianggap mengada-ada oleh pengamat hukum tata negara.
Alasan tersebut jelas bertentangan dengan asas retroaktif yang dinilai tidak
tepat, karena sebenarnya sebagian anggota DPR pun merupakan hasil putusan
MK yang diberlakukan retroaktif. Mengapa angota DPR bersikap demikian padahal
anggota seharusnya menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan
terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa professional yang konsisten
dengan standar nasional dan internasional.
Sumber :
http://bennyantoni.blogspot.com/2011/11/artikel-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar