Senin, 01 Desember 2014

Softkill Artikel 3



PENDAHULUAN
Hukum bukan sesuatu yang bersifat mekanistis, yang dapat berjalan sendiri. Hukum bergantung pada sikap tindak penegak hukum. Melalui aktivasi penegak hukum tersebut, hukum tertulis menjadi hidup dan memenuhi tujuan-tujuan yang dikandungnya. Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi, yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan akan mengarah pada keberhasilan.
Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar,karena tangannyalah hukum menjadi hidup, dan karena kekuatan atau otoritas. secara sosiologis hal ini tidak dapat dipungkiri kebenarannya, bahkan beberapa pakar sosiologi hukum sering  menyebutkan bahwa hukum itu tidak lain adalah perilaku pejabat-pejabat hukum.
Agar keahlian yang dimiliki seorang jaksa tidak menjadi tumpul, maka kemampuan yang sudah dimilikinya harus selalu diasah, di mana seorang jaksa dapat belajar melalui pendidikan-pendidikan formal atau informal, maupun pada pengalaman-pengalaman sendiri. Karena hukum yang menjadi lahan pekerjaan jaksa merupakan sistem yang rasional, maka keahlian yang dimiliki olehnya melalui pembelajaran tersebut, harus bersifat rasional pula. Sikap ilmiah melakukan pekerjaan ditandai dengan kesediaan memperguanakan metodologi modern yang demikian, diharapkan dapat mengurangi sejauh mungkin sifat subjektif seorang  jaksa terhadap perkara-perkara yang harus ditanganinya.

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Etika dan Etika Profesi
Etika berasal dari kata Yunani “ethos” yang berarti sifat (sifat pribadi) menjadi orang baik. Ethos diartikan sebagai kesusilaan
, perasaan batin atau kecenderungan hati seseorang untuk berbuat kebaikan. Dengan etika, seseorang dapat menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Etika akan memberi semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya.
Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control,” karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial atau profesi itu sendiri.
Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi, yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannnya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri.

B.  Profesi Jaksa 
Jaksa adalah pejabat fungsional dari lembaga pemerintahan, berbeda dengan hakim, pengangkatan dan pemberhentian jaksa tidak dilakukan oleh kepala negara, tetapi oleh jaksa agung sebagai atasannya.
Agar kejaksaan dapat mengemban kewajibannya dengan baik, maka berdasarkan Keputusan Jaksa Agung No. Kep-052/J.A/8/1979 ditetapkan pula tentang Doktrin Adhyaksa Tri Krama Adhyaksa. Doktrin tersebut berunsurkan Catur Asana, Tri Atmaka, dan Tri Krama Adhyaksa.
1.      Catur Asana merupakan empat landasan yang mendasari eksistensi, peranan, wewenang, dan tindakan kejaksaan dalam mengemban tugasnya baik di bidang yustisial, nonyustisial, yudikatif, maupun eksekutif. Landasan idiilnya adalah Pancasila, landasan konstitusionalnya adalah UUD 1945, dan landasan peraturan perudangan yang lainnya.
2.       Tri Atmaka merupakan tiga sifat hakiki kejaksaan yang membedakan dengan alat negara lainnya. Tiga sifat itu adalah tunggal, mandiri, dan mumpuni. Bersifat tunggal karena kejaksaan adalah satu-satunya lembaga negara yang mewakili pemerintah dalam urusan pengadilan dan dengan sistem hierarki tindakan setiap jaksa dianggap sebagai tindakan seluruh korps. Dikatakan mandiri karena kejaksaan merupakan lembaga yang berdiri sendiri terlepas dari Departemen Kehakiman, dan mandiri dalam arti memiliki kekuasaan istimewa sebagai alat penegak hukum yang mewakili pemerintah dalam bidang yudikatif, satu-satunya aparat yang berwenang mengenyampingkan perkara, menuntut tindak pidana di pengadilan, dan berwenang melaksanakan putusan pengadilan.mumpuni menunjukan bahwa kejaksaan memiliki tugas luas, yang melingkupi bidang yustisial dan nonyustisial dengan dilengkapi kewenangan yang cukup dalam dalam menunaikan tugasnya.
3.      Tri Krama Adhyaksa adalah sikap mental yang baik dan terpuji yang harus dimiliki oleh jajaran kejaksaan, yang meliputi sifat satya, adi, dan wicaksana.
Kekhususan ini merupakan ciri khas lembaga kejaksaan yang membedakan dirinya dari lembaga atau badan penegak hukum lainnya.

C. Persatuan Jaksa Indonesia dan Menjaga Idealism Profesi Jaksa
Profesi jaksa adalah sebuah profesi dalam posisi yang sangat penting dalam penegakan hukum di peradilan. Lembaga kejaksaan secara umum dan jaksa secara khusus adalah lembaga independen yang mewakili pemerintah dalam hal peradilan. Kedudukan ini membuat banyak sorotan terhadap kinerja jaksa dalam menjalankan profesinya.
Posisi jaksa sangat riskan menghadapi tantangan baik dari internal maupun tantangan eksternal. Jaksa mudah saja memanfaatkan posisinya untuk mencari keuntungan pribadi. Ini adalah tantangan eksternal, yang berasal dari luar diri jaksa dimana pihak-pihak yang sedang dalam perkara dalam peradilan meminta jaksa agar memberi keringanan dalam tuntutan dengan memberi sejumlah imbalan atau hadiah. Tantangan internal adalah sikap moral, hati nurani, dan perasaan yang dimiliki jaksa. Seorang jaksa yang tidak memiliki moral dan hati nurani yang baik akan mudah terpengaruh untuk memanfaatkan kondisi tersebut.
Menjaga idealisme dan etika profesi jaksa berkaitan dengan moral dan hati nurani seorang jaksa. Peraturan hukum dan undang-undang yang ada hanya sebagai jalur dan rambu-rambu untuk jaksa dalam melaksanakan tugasnya. Sebagus apapun peraturan, saat diri pribadi jaksa tidak mempunyai kesadaran yang tinggi untuk menegakkan nilai-nilai hukum. Sebaliknya, dengan peraturan yang tidak terlalu banyak namun ada moral dan hati nurani yang baik, peraturan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik pula. Nilai-nilai hukum dapat ditegakkan dan dijunjung tinggi.
Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat lima norma kode etik profesi jaksa, yaitu:
  1. Bersedia untuk menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri, berani,bertanggung jawab dan dapat menjadi teladan di lingkungannya.
  2. Mengamalkan dan melaksanakan pancasila serta secara aktif dan kreaatif dalam pembangunan hukum untuk mewujudkan masyarakat adil.
  3.  Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan.
  4. Berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam diri, berkata dan bertingkah laku.
  5.  Mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi atau golongan.




Sumber :
http://mystory-afnie.blogspot.com/2012/11/profesi-dan-kode-etik-jaksa.html





s








Tidak ada komentar:

Posting Komentar