Artikel Profesi dan Kode Etik JAKSA
PENDAHULUAN
Hukum bukan sesuatu
yang bersifat mekanistis, yang dapat berjalan sendiri. Hukum bergantung pada
sikap tindak penegak hukum. Melalui aktivasi penegak hukum tersebut, hukum
tertulis menjadi hidup dan memenuhi tujuan-tujuan yang dikandungnya. Kode etik jaksa serupa dengan kode etik
profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman
berperilaku dalam satu profesi, yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai
dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang
baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan akan mengarah
pada keberhasilan.
Profesionalisme
seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar,karena tangannyalah hukum
menjadi hidup, dan karena kekuatan atau otoritas. secara sosiologis
hal ini tidak dapat dipungkiri kebenarannya, bahkan beberapa pakar sosiologi
hukum sering menyebutkan bahwa hukum itu tidak lain adalah perilaku
pejabat-pejabat hukum.
Agar keahlian yang dimiliki seorang
jaksa tidak menjadi tumpul, maka kemampuan yang sudah dimilikinya harus selalu
diasah, di mana seorang jaksa dapat belajar melalui pendidikan-pendidikan
formal atau informal, maupun pada pengalaman-pengalaman sendiri. Karena hukum
yang menjadi lahan pekerjaan jaksa merupakan sistem yang rasional, maka
keahlian yang dimiliki olehnya melalui pembelajaran tersebut, harus bersifat
rasional pula. Sikap ilmiah melakukan pekerjaan ditandai dengan kesediaan
memperguanakan metodologi modern yang demikian, diharapkan dapat mengurangi
sejauh mungkin sifat subjektif seorang jaksa terhadap
perkara-perkara yang harus ditanganinya.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika dan Etika Profesi
Etika berasal dari kata Yunani
“ethos” yang berarti sifat (sifat pribadi) menjadi orang baik. Ethos diartikan
sebagai kesusilaan
, perasaan batin atau kecenderungan
hati seseorang untuk berbuat kebaikan. Dengan etika, seseorang dapat menilai
mana yang baik dan mana yang buruk. Etika akan memberi semacam batasan maupun
standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya.
Dengan demikian etika adalah
refleksi dari apa yang disebut dengan “self control,” karena segala sesuatunya
dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial atau profesi itu sendiri.
Selanjutnya, karena kelompok
profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh
melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi,
yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannnya yang tinggi itu hanya
dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi
sendiri.
B. Profesi Jaksa
Jaksa adalah pejabat fungsional dari
lembaga pemerintahan, berbeda dengan hakim, pengangkatan dan pemberhentian
jaksa tidak dilakukan oleh kepala negara, tetapi oleh jaksa agung sebagai
atasannya.
Agar kejaksaan dapat mengemban
kewajibannya dengan baik, maka berdasarkan Keputusan Jaksa Agung No.
Kep-052/J.A/8/1979 ditetapkan pula tentang Doktrin Adhyaksa Tri Krama Adhyaksa.
Doktrin tersebut berunsurkan Catur Asana, Tri Atmaka, dan Tri Krama Adhyaksa.
1. Catur Asana merupakan
empat landasan yang mendasari eksistensi, peranan, wewenang, dan tindakan
kejaksaan dalam mengemban tugasnya baik di bidang yustisial, nonyustisial,
yudikatif, maupun eksekutif. Landasan idiilnya adalah Pancasila, landasan
konstitusionalnya adalah UUD 1945, dan landasan peraturan perudangan yang
lainnya.
2. Tri Atmaka merupakan tiga sifat
hakiki kejaksaan yang membedakan dengan alat negara lainnya. Tiga sifat itu
adalah tunggal, mandiri, dan mumpuni. Bersifat tunggal karena kejaksaan adalah
satu-satunya lembaga negara yang mewakili pemerintah dalam urusan pengadilan
dan dengan sistem hierarki tindakan setiap jaksa dianggap sebagai tindakan
seluruh korps. Dikatakan mandiri karena kejaksaan merupakan lembaga yang
berdiri sendiri terlepas dari Departemen Kehakiman, dan mandiri dalam arti
memiliki kekuasaan istimewa sebagai alat penegak hukum yang mewakili pemerintah
dalam bidang yudikatif, satu-satunya aparat yang berwenang mengenyampingkan
perkara, menuntut tindak pidana di pengadilan, dan berwenang melaksanakan
putusan pengadilan.mumpuni
menunjukan bahwa kejaksaan memiliki tugas luas, yang melingkupi bidang
yustisial dan nonyustisial dengan dilengkapi kewenangan yang cukup dalam dalam
menunaikan tugasnya.
3. Tri Krama Adhyaksa
adalah sikap mental yang baik dan terpuji yang harus dimiliki oleh jajaran
kejaksaan, yang meliputi sifat satya, adi, dan wicaksana.
Kekhususan ini merupakan ciri khas
lembaga kejaksaan yang membedakan dirinya dari lembaga atau badan penegak hukum
lainnya.
C. Persatuan Jaksa Indonesia dan Menjaga Idealism Profesi
Jaksa
Profesi jaksa adalah sebuah profesi
dalam posisi yang sangat penting dalam penegakan hukum di peradilan. Lembaga
kejaksaan secara umum dan jaksa secara khusus adalah lembaga independen yang
mewakili pemerintah dalam hal peradilan. Kedudukan ini membuat banyak sorotan
terhadap kinerja jaksa dalam menjalankan profesinya.
Posisi jaksa sangat riskan
menghadapi tantangan baik dari internal maupun tantangan eksternal. Jaksa mudah
saja memanfaatkan posisinya untuk mencari keuntungan pribadi. Ini adalah
tantangan eksternal, yang berasal dari luar diri jaksa dimana pihak-pihak yang
sedang dalam perkara dalam peradilan meminta jaksa agar memberi keringanan
dalam tuntutan dengan memberi sejumlah imbalan atau hadiah. Tantangan internal adalah
sikap moral, hati nurani, dan perasaan yang dimiliki jaksa. Seorang jaksa yang
tidak memiliki moral dan hati nurani yang baik akan mudah terpengaruh untuk
memanfaatkan kondisi tersebut.
Menjaga idealisme dan etika profesi
jaksa berkaitan dengan moral dan hati nurani seorang jaksa. Peraturan hukum dan
undang-undang yang ada hanya sebagai jalur dan rambu-rambu untuk jaksa dalam
melaksanakan tugasnya. Sebagus apapun peraturan, saat diri pribadi jaksa tidak
mempunyai kesadaran yang tinggi untuk menegakkan nilai-nilai hukum. Sebaliknya,
dengan peraturan yang tidak terlalu banyak namun ada moral dan hati nurani yang
baik, peraturan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik pula. Nilai-nilai hukum
dapat ditegakkan dan dijunjung tinggi.
Dalam dunia kejaksaan di Indonesia
terdapat lima norma kode etik profesi jaksa, yaitu:
- Bersedia untuk menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri, berani,bertanggung jawab dan dapat menjadi teladan di lingkungannya.
- Mengamalkan dan melaksanakan pancasila serta secara aktif dan kreaatif dalam pembangunan hukum untuk mewujudkan masyarakat adil.
- Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan.
- Berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam diri, berkata dan bertingkah laku.
- Mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi atau golongan.
Sumber :
http://mystory-afnie.blogspot.com/2012/11/profesi-dan-kode-etik-jaksa.html
s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar